“ Sebaik-baik mendidik adalah
dengan memberi teladan”
Beliau adalah pengidap HIV
berusia 27 tahun yang sudah menjalani pengobatan rutin sejak usia 19 tahun.
Simpulku beliau terapi dan sudah tau dirinya pengidap sekitar 8 tahun yang
lalu. Berarti dia kemungkinan tertular
sejak usianya bahkan masih belia? Simpulku makin berkelana
HIV memang penyakit menular
mematikan. Tapi yang perlu ditekankan, bahwa penyakit ini hanya akan menular
melalui perantara-perantara perbuatan yang jelas Allah larang-seks dan obat-obatan
terlarang.
Katanya, keberhasilan seorang anak bergantung pada bagaimana orang tua dalam menjalani
nalurinya. Dan kurasa, bisa juga berlaku sebaliknya. Anak tak perlu di
didik dengan lisan untuk menganut seks bebas. Dia melihat secara keseluruhan
dari sebuah drama rumahtangga orang tua di rumah yang kerapkali macam sinetron
FTV. Sebelum akhirnya mengadopsi pola pikir yang dia percaya akan menjadi jalan
tengah untuk menghindari kasus serupa.
Rumah akan tetap menjadi rumah.
Tempat seorang anak tumbuh membentuk pondasi pola pikir yang akan ia bawa
hingga dewasa. Apa orang tua maling mengajarkannya cara menjadi maling? Tentu
tidak, secara gamblang. Tapi dilihat dari perilaku orangtua dirumah yang tak
pernah menegur sang anak ketika mengambil barang tanpa izin, bisa jadi
membentuk kebiasaan sang anak hingga dewasa. Apa orang tua pengidap HIV
mengajarkannya untuk seks bebas sebelum menikah? Mungkin tidak. Tapi ketika
anak banyak sekali dipertontonkan ketidak harmonisan rumah tangga Ayah dan
Ibunya, bisa jadi akan memicu pola pikir di kepalanyaa bahwa ikatan pernikahan
tidak memberikan jaminan kebahagiaan dalam keluarga dan membentuk sudut pandang
keliru tentang hubungan pria dan wanita.
Mendidik dengan lisan memang
perlu. Tapi yang sering terabai, bahwa anak tanpa sadar bercermin pada apa yang
orang tuanya perbuat. Bagaimana orangtuanya memcahkan masalah dalam rumah? Bagaimana
orang tua memandang suatu fenomena?
Maka tak ayal, rasa rendah diri,
rasa putus asa sebenarnya tercipta dari bagaimana sebuah keluarga menjalankan
perannya. Dia yang tak pernah bersuara saat rapat, bisa jadi dia yang sejak
kecil tak pernah didengar saat diskusi keluarga di meja makan. Dia yang selalu
bilang “Terserah” tak mau berpikir
keras menyumbangkan idenya, bisa jadi dia yang selalu dibentak saat baru saja
membuka mulut atau direndahkan setelah pendapatnya yang kurang tepat berhasil
dia suarakan.
Semua berasal dari sebuah
bangunan yang bagi sebagian orang didalamnya hangat dan sebagian yang lain
bilang tempat itu bagai neraka.
Berada di fase dewasa awal, makin
aku mengerti kenapa ada teman yang selalu menanti-nantikan pulang saat libur
panjang dan ada yang beralasan mengerjakan tugas demi bisa bertahan di
perantauan. Karena rumah tidak lagi jadi tempat berlindung aman yang nyaman. Komposisi
penghuni rumah mulai berubah. Ada Adik baru, Kakak baru bahkan Ayah atau Ibu
yang baru. Namanya memang Ayah tapi sebenarnya dia hanya pengganti Suami Ibu.
Atau namanya memang Ibu, tapi sebenarnya dia hanya Istri Ayah.
Semuanya terasa benar saat keluar
dari mulut orang tua. Tak ada yang bisa membantah karena sekali anak menyanggah
selalu disebut anak durhaka. Padahal jika sadar tidakkah orang tua juga sama
manusianya yang sudah pasti ada khilaf dan salah.
Terus gimana Fir aku sudah
tercipta dari bibit yang salah ?!?
Apa kita jadi anak nyerah aja?
Toh sepertinya kalo orangtuaku nggak bisa dijadikan panutan?
Yang aku selal percaya bahwa saat
kita melakukan hal yang merusak diri kita, pihak yang paling dirugikan adalah
diri kita sendiri. Pun sebaliknya, saat kita bekerja keras membangun diri
menganut prinsip dan nilai yang benar, yang akan dapat reward paling banyak itu adalah diri kita sendiri-sebelum ke orang
sekitar kita.
Jadi tetap majulah. Jika memang
saat ini mengangkat derajat orang tua tidak lagi menjadi alasan kat untukmu
bekerja keras. Setidaknya kita sedang berupaya mempersemabahkan kesuksesan ini untuk diri kita sendiri-dan keluarga yang
akan kita bangun di masa depan
Teruslah bertahan menganutt prinsip yang benar dan menjunjung tinggi nilaimu. Jangan merusak diri kalian dengan menurunkan harga diri. Jangan menurunkan standart diri.
Karena percayalah, bahwa selalu ada balasan yang setimpal untuk tiap apa yang kita perbuat hari ini
Komentar
Posting Komentar