مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ
“Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.” (Manaqib Asy Syafi’i, 2/139)
(Sumber:https://hamalatulquran.com/teks-perkataan-barangsiapa-yg-menginginkan-kebahagiaan-dunia-dan-akhirat-maka-hendaknya-dengan-ilmu/)
Seorang Bapak 2 putra pernah mencecarku yang kebetulan beliau adalah kerabat jauh.
"Ngapain pinter-pintersekolah orang yang dibutuhin orang tua nanti
Cuma do’a?". Dan pada waktu pertanyaan ini kudapat, saat itu aku masih berstatus
pelajar SMK yang kebetulan dapat stigma dari orang sekitar adalah “Si anak
kampung yang suka sekolah”.
Bagiku saat itu, merantau ke kota adalah sebuah previlege. sebagai
anak desa yang murni besar di desa, merantau ke desa sebelah yang mungkin dari
segi prasarana sedikit lebih modern adalah suatu anugrah. Di sana mulai kutemui
bermacam-macam orang dengan tipikal dan karakter berbeda yang juga berasal dari
latar belakang yang berbeda. Kaget? Sudah tentu. Terpengaruh pergaulan bebas? Hampir
saja.
Lantas apa yang membuat gelora anak muda ini tertahan? Jawabannya
adalah ilmu.
Seorang guru MTs (setara SMP) pernah bilang “ kalo kalian
tidak belajar ilmu dunia kita akan pincang, tapi kalo tak belajar ilmu akhirat
kita akan buta. Jadi jangan jadikan buta dan pincang sebagai pilihan. Selama bisa di usahakan bersama, kenapa pilih salah satu saja?”
Tanpa ilmu dunia kita akan kesulitan berjalan kita akan terus saja
mencari pegangan. Jangankan lari, bahkan berjalan saja tertatih. Tapi tanpa
ilmu agama kita justru akan buta. Halal dan haram tak ada bedanya. Bohong dan menipu
terasa biasa saja. Padahal hidup adalah tentang beribadah.
Bukankah surat Al An’am ayat 162 ini kerapkali kita baca saat sholat di baaan iftitah:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
162. Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Apa lantas hidup hanya dipakai sholat saja? Toh, sholat kan yang di hisab pertama, ? YAIYA.
Tapi menuntut ilmu dan bekerja jika karena mengaharap Ridho Allah pahalanya juga sama besarnya. Itulah kenapa pedoman kita (alqur’an) membahas jual beli, membahas harta dan segala macamnya.
Kita tak bisa tutup mata, bahwa tak pernah adailmu yang salah. Yang membuat salah hanya bagaimana kita memanfaatkannya. Mencari ilmu besar sekali kedudukannya. Menjadi pintar tak membuat kita melupakan hakikat kita sebagai umat. Jika kita mencari ilmu murni karena Allah. Maka tidak hanya pahala, tingginya derajat bahkan kemudahan jalan menuju surga orang menuntut ilmu telah Allah berikan jaminan.
Jadi kalo ditanya, pilih ilmu dunia atau akhirat? Pilih keduanya
selama bisa disandingkan. Utamakan ilmu yang sesuai syariat islam maka dunia akan
mengikuti. Karena jika dunia yang diutamakan, tak pernah ada jaminan
keselamatan didalamnya.
Terus, kalo orang macam Bapak itu tanya lagi, gimana
jawabannya? (Bapak itu tak akan mengulangi tanyanya lagi karena Allah sudah
panggil beliau pergi. Kepada Almarhum, semoga Allah ampuni dosa dan terima amal
ibadahnya selama di dunia. Saya ber4saksi beliau orang baik karena telah
menuntut saya berpikir cermat atas pertanyaannya)
Dan jawaban saya sekarang adalah berpegang pada salah satu hadits masyhur yang menyebutkan 3 amalan yang masih diterima oleh seseorang walaupun telah meninggal.
Bunyi haditsnya seperti ini:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya: “Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa anak yang saleh.”
(HR. Muslim nomor 1631).
(Sumber: https://almasoem.sch.id/3-amalan-yang-tidak-akan-terputus-setelah-kematian/)
Dan memiki anak berilmu bisa berpeluang masuk dalam 2 kategori terakhir. Orang tua yang meninggalkan anak berilmu di dunia, yang ketika tiap langkah anak tersebut memenfaatkan ilmunya maka Insya Allah akan sampai pula pahala ilmu bermafaat itu untuk orang tuanya. di alam kubur. dan kategori ketiga , karena ilmu akan membentuk adab dan orang yang berilmu pasti Allah bekali adab untuk menjadi orang yang shaleh yang mendoakan orang tua.
Jadi, kalo ditanya Ilmu Dunia atau Akhirat? pilih keduanya selama bisa beriringan dengan syariat islam sebagai prioritas
Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu, ia mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.
"Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”
(Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya (V/ 183); Ibnu Mâjah (no. 4105); Imam Ibnu Hibbân (no. 72–Mawâriduzh Zham’ân); al-Baihaqi (VII/288) dari Sahabat Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu.)
(Lafazh hadits ini milik Ibnu Mâjah rahimahullah. Dishahihkan juga oleh Syaikh al-‘Allamah al-Imam al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah no. 950.)
(Sumber: https://almanhaj.or.id/12638-jadikanlah-akhirat-sebagai-niatmu-2.html)
Komentar
Posting Komentar