Langsung ke konten utama

Anak cerminan Orang tua #Perspective Vol.8

 Beberapa waktu lalu, ada suatu kejadian yang bikin saya lookback ke kejadian dengan kasus yang hampir sama cuma untuk compare dan sekiranya apa yang bisa saya ambil pelajaran dari kejadian tersebut.

Dimana, ada seorang anak usia sekolah awal, pulang kerumah dalam keadaan nangis dan ngadu karena dinakalin temennya (pukul or something). Si orang tua berang, gimana bisa orang anak ini itu dikenal pemberani dan sejenisnya kalo dirumah. Si orang tua berang sambil bilang harus bales, lebih lagi jangan kalah diem. Sadar atau idak, sebenarnya ad transfer ego tinggi dari orang tua ke si anak ya bund?.

Mari kita compare  dengan kasus kedua

Guru fiqih di MTs tetiba cerita pas udah selesai bahas soal,

" Dari kemarin itu si kecil (anak cowok beliau usia sekolah awal, juga) saya ajakin potong rambut banyak banget alasannya. Saya awalnya mikir mungkin dia nggak mau karena pas moody aja. Sampai akhirnya karena sudah beberapa kali terakhir saya ajakin nggak pernah mau. Saya ambil langkah tegas paksa dia. Dan ternyata hal diluar dugaan saya. Bahwa dia berulang kali nolak untuk potong rambut karna ternayata ada benjolan dikepalanya (benjolan kenyal). Baru saya tahu kalo ternyata itu  ulah temennya. Saya bawa ke dokter (entah terapi apa) untuk keluarin benjolan yang ternyata isi cairan itu. Selesai."

Loh, loh. Trus temennya nggak di apa-apain gitu. I mean, masak udah selesai gitu aja. Efek jeranya buat pelaku apa? Bukannya malah ngajarin si Anak neriman aja? Wah gedenya jadi kriminal tuh kalo pelakunya nggak ditindak lanjuti.

Kira-kira itulah keriuhan opini di kepala saya yang nggak saya utarakan. Well, guru saya rupanya memang sengaja memberi jeda buat kami saling berasumsi. Yah, walaupun cuma kesimpen di dalam hati aja.

" Kalau, seandainya sejak saya tahu ada benjolan itu dan pelakunya adalah temannya sendiri. Lantas saya berang karena ternyata orang tua anak ini juga tau tapi pilih diam, saya tersinggung karena kesannya lari dari masalah. Saya datangi rumah temannya itu. Saya minta pertanggungjawaban atau bahkan saya balas serupa atau malah saya balas lebih parah ke si anak. Lantas Bapaknya tidak terima dan balik pukul saya. Lalu terjadi baku hantam antar orang tua karena masalah anak, tidak hanya putus hubungan pertemanan tapi bahkan muncul dendam tak berkesudahan. Tidakkah masalahnya jauh lebih panjang dan rumit?. Ingat, masalah anak  tetap masalah anak. Sebagai oarang tua jadikan perilaku kita sebagai contoh dan biarkan dia mempersepsikan dengan sudut pandangnya. Luruskan jika ada yang gagal paham disana."

Sesimpel itu? Selegowo itu?

" Saya maafkan anaknya tapi tidak dengan apa yang dia perbuat. saya akhiri semoga bermanfaat". selesai beliau keluar dari kelas.

speechless. Bahkan bel istirahat yang biasanya bikin sekelas riweh sampe lari ke kantin pun, baru kali ini jadi kayak terompet sangkakala yang bikin sekelas diem semua. Rupanya, kami masih tenggelam di cerita Bpak Guru ini. 

Dan itu sukses jadi perenungan saya sampai kemarin pun.

Dari situ realize dan saya tarik kesimpulan. " Iya ya, bukannya dengan begitu malah ngajarin anak jadi pemaaf. Bagaimana handle masalah dengan "ambil bawahnya". I mean kesalahan itu tetep kesalahan sampai kapanpun. Tapi anggap kesalahan itu objek. manusianya subjek. dan antar subjeknya harusnya tetep punya hubungan baik, sampai kapanpun. Manusia tempat salah, dosa dan lupa kan? terlebih anak kecil, tambah lagi pemaklumannya. Wah dari situ benar-benar diingatkan dan langsung kebayang kehidupan menjadi orang tua seperti apa. Karena jujur sepertinya itu adalah pertama kalinya yang bikin saya secara sengaja kemudian suka jika membahas tentang ilmu parenting.

 Honestly di awal pun ngerasa nggak tertarik pas beliau nyeritain pembuka tentang anaknya yang mau potong rambut. Tapi pas udah mulai masuk ke inti cerita, dari situ baru nyadar kalo Beliau ingin berbagi insight dari pengalamannya

Dari hal itu, banyak banget yang guru saya ini ajarkan ke kami. Apalagi buat anaknya yang ngalamin langsung sebagai tokoh dalam cerita. Cara didik beliau akan terus diingat dan melekat sampai ke keturunannya nanti.

Jadi inget quotenya kak Dewi Nur Aisyah di buku A-We Inspiring Us bahwa anak itu adalah cerminan dari orang tua. Bagaimana bayangannya akan lurus jika ojeknya bengkok. Dan makin deh, sering jadi reminder buat saya. 

Sekarang itu hampir kalo mau bertingkah itu jadi kayak terus tanya ke diri sendiri "Apakah pantas sebsgai (calon) madrasatul ula begini? dan Udah se-capable mana sih aku jadi madrasatul ula nanti?"



Baiklah mungkin sudah itu saja teman-teman. Terima kasih banyak. Lagi, ada salah kepenulisan kata atau insight ku yang mubgkin salah dan terlalu menggurui juga mohon maaf. Sampai ketemu Insya Allah. Wassalam...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kita perintis, bukan pewaris

  “Kamu kenapa nggak serius sih latihannya?” “Mau se-bagus apapun toh pasti bakalan kalah. Saingannya nanti katanya bagus-bagus” “Siapa yang bilang?!?” Itu sepenggal obrolan tegang yang ku lakukan saat membujuk seorang adik yang dalam waktu dekat akan menjadi kontingen lomba mewakili kecamatan. I felt de javu. Dejavu adalah saat kamu merasa apa yang terjadi sekarang, pernah dialami di masa lalu. (Brain Academy) Saat itu untuk pertama kalinya dalam hidup ada yang sepercaya itu mengembankan sebuah amanah besar. Dimana aku terpilih menjadi salah satu perwakilan lomba mewakili sekolah, yang mana tiap tahunnya sekolahku selalu menjadi juara di ajang lomba tersebut. Meski aku tak dituntut secara langsung harus menang, tapi yang ku tahu semua cost yang sekolah alokasikan pasti agar siswa-siswi nya menang. Dan keresahan yang sama juga ku rasakan saat itu. Karenanya aku merasa dejavu. “Gimana kalo yang berkompetisi nanti bagus-bagus?” “Ya, mau gimana? Itu urusan mereka. Tu...

coretan

malam minggu yang selama ini gue jalani bukan malam minggu yang keluyuran diluar ataupun hangout bareng temen.juga nggak ada tuh yang namanya free pas weekend.malam minggu malah diisi dengan belajar beladiri yang jujur aja gue nggak suka.dan minggu nya ,pagi gua ikut pengajian rutin dan siangnya gue belajar buat kerajinan.bener-bener full abis. ya capek sih,tapi mau gimana lagi? ini adalah aturan yang emang harus gue patuhin.dalam ngejalanin semua ini gue cuman butuh yang namanya ikhlas.karna ikhlas adalah the magic word yang bisa mengubah dari beban jadi lega.dan itulah kenapa gue selalu percaya bahwa dalam hidup lho nggak akan bisa terus-terusan ngedapetin apa yang lho mau.karna selalu aja akan ada orang - orang yang mengatur hidup lo.intinya jangan jadiin apa yang nggak lho suka jadi beban hidup lho.toh,itu juga akan ngebuat lho jadi stres.jalani aja dengan ikhlas,dan insya allah semua akan indah pada waktunya. Btw,selamat malem minggu yang lagi sendiri.❤❤

Negatively on Social Media #Perspective vol.5

Malang, Sept 29 2020 06.01.PM Beberapa hari lalu, pas banget mau balik kerumah. Something broken with my phone . Tombol powernya rusak. Ini bukan yang pertama kalinya, karena beberapa tahun sebelumnya-pas gue kelas 2 SMK kalo nggak salah, tombol ini juga pernah rusak dan dibenerin lagi, bisa. Gue sebenernya aware si tombol ini rusak (lagi) udah lumayan lama. Konsekuensinya, gue nggak bisa nge screencaptured for a while . dan yang gue aware lagi bahwa hp gue nggak boleh mati. karena kalo terlanjur mati. Wassalam,,, my phone is samsung galaxy grand Neo btw ,cari di google kalo kepo. Lumayan lama sejak kelas 1 Smp kayanya Jadilah gimana caranya gue coba untuk terus mantau hp gue supaya nggak keabisan batre,, gue rela tidur dengan posisi kebalik (dalam artian gue puter tidur 180 derajat) supaya gue bisa nyolokin hp pas tidur.Karena emang posisi colokan ada di deketnya kaki. Harus ya? Harus. Karena gue biasa bangun pake alarm. dan sometimes suka nggak tahu diri kalo alarmnya kejauhan. bi...