Definisi ikhlas yang melekat sejak diajarkan Ustadz adalah melakukan segala sesuatu hanya dengan mengharap ridho Allah. Udah. secara gamblangnya gue nggak tau lagi. Sehingga praktiknya pun gue nggak tau di kehidupan. How to practice Ikhlas , definitely.
Sampai saya ketemu buku ini. Buku yang saya pinjam dari penyedia layanan pinjam buku gratis yang beralamatkan di Surabaya. Sekilas saya baca dari judulnya, adalah kisah gugurnya seorang dokter spesialis anastesi dalam bertugas menangani Covid-19. Kalau sampai dibukukan pasti ini gara-gara sakitnya paling parah atau semacamnya, itu pikir saya sampai akhirnya saya pinjam. Pas saya baca, baru ngeh bahwa ternyata ini adalah buku biografi semasa hidup beliau yang dikisahkan oleh orang-orang terdekatnya. Merasa unexpected dan mikir bahwa masih ada di jaman sekarang orang yang berhati mulia dengan menerapkan ikhlas sesuai dengan definisi syari'ah yang sukses menambah dan merubah sudut pandang saya terhadap dunia.
(Maaf, saya ambil gambar ini dari situs web. Dan berikut linknya)
Bahwa ikhlas itu, adalah
Quran Surat Al-An’am Ayat 162
Itu juga yang menjadi bacaan doa iftitah yang selalu kita baca setiap shalat.
Lalu buku ini secara gamblang nya semakin memperjelas . Saya kutip di hal.75 yang juga merupakan Ideologi Rumah Kepemimpinan potongan 3
"Kami tidak menngharapkan sesuatupun dari manusia. Tidak mengharap harta benda atau imbalan lainnya. Tidak juga popularitas, apalagi sekadar ucapan TERIMA KASIH...."
Saat itu jiwa gue tertangkap basah betapa selama ini gue belum mengenal lebih dalam dan mempraktekkan gimana itu Ikhlas. Jangankan melakukan, bahkan gue nggak ngerti jelas seperti apa ikhlas itu. Bahwa kadang setiap gue melakukan suatu kebaikan gue masih sering berharap senyuman. Bahwa saat melakukan kebaikan gue masih sering menginginkan pernghargaan berupa ucapan Terima Kasih.
" Apa susahnya sih bilang Makasih doang"
" Gue nggak ngarep apa-apa kok. Se enggaknya bilang Makasih kek"
Itu merupakan salah satu contoh kebaikan yang kata diri saya sudah ikhlas. Dari buku ini saya tertangkap basah. Bukankah Ikhlas hanya dengan mengharapkan Ridho-Nya? Apakah ucapan Terimakasih manusia membuat saya lebih berharga?
Lanjutannya hal.78 (Alm) dr. Arief Basuki Sp.An berkata
" Jangan menjadikan manusia sebagai Orientasi. Kita akan lelah dengan cemoohan mereka, dengan minimnya pujian dari mereka, dengan jebakan apresiasi dari mereka. Orientasikan semuanya hanya pada Allah SWT. Biar Allah yang menilai karya kita "
BOOM !!!!
Betapa seringkali saya putus asa saat hal baik yang saya persembahkan berhadiah cemoohan manusia? Betapa saya selalu tersenyum bangga saat ada apresiasi untuk tiap hal baik yang saya lakukan? Bukankah ini hanya manusia? Sama dengan saya? Lantas kenapa, seolah saya lupa bahwa saya bisa karena Allah yang mampukan saya? . Rasanya, rasa ikhlas itu hanya kedok semata padahal saat itu saya sedang bangganya, berpikir bahwa ini murni karana saya.
Maka sekarang, hati tersa lebih tenang. Ikhlas lillahi ta'ala. Tak pernah ada tuntutan perolehan Terima Kasih dalam setiap karya. Tak pernah ada putus harapan saat karya terbaik tak terbalas tau bahkan dibalas cemoohan. Tak pernah ada kecewa karena tak pernah ada patokan harapan untuk tiap peruatan yang dilakukan, atas izin Allah. Bukankan indah?
Karena Shalatku, ibadahku hanya untuk Allah SWT.
"Nggak tau Terima Kasih banget jadi orang. Udah nggak senyum, langsung pergi lagi"
Well, seandainya kita tau kalo saking senengnya barang yang dia terima sampai dia lari karena langsung inget anaknya dirumah yang udah nunggu seharian si Bapak yang sedari pagi buta pamitan buat beli makan. Udah sampe rumah dan kasih ke anaknya, baru inget kalo dia belum bilag makasih Then pas balik si pemberi udah nggak ada. Lo tau nggak gimana Bapak ini pengen banget bilang makasih sama lo, sebanyak-banyak yang lo mau. Dan jauh disana, lo lagi ngedumel dan bilang sama diri lo buat nggak iba lagi dengan orang-orang macam begini, in the next day. See???
Siapa sih sebenernya yang perlu disini? Dia atau Lo?. Lo dapat tenang, pahala dan banyak kemudahan lainnya, atas izin Allah.
Ikhlas itu hanya untuk Taqarrub (Mendekatkan diri kepada Allah SWT )
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 148.
Artinya: Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya (pada hari kiamat). Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Beberapa kisah ikhlas yang saya rangkum dari hasil kajian tentang ikhlas Ustadz Khalid Basalamah
1. Seorang pria yang tiap malam hari melempar sekilo gandum pada 100 rumah. Istrinya pun baru tahu saat beliau wafat ada bekas hitam di pundaknya (akibat memikul gandum) dan banyak orang miskin bilang bahwa mereka nggak lagi nerima gandum
2. Suami yang selalu rutin puasa senin kamis. Selama, 20 tahun istrinya tetap memasak sarapan yang dia bawa untuk jadikan bekal dia bekerja. Betapa si suami ingin menjaga hati istrinya, juga istrinya nggak tanya kok dia puasa atau nggak?
dan ini jadi tamparan buat saya. Betapa kadang pas saya di kos, saya bilang ibu bahwa saya lagi puasa padahal yang ibu tanya udah makan belum?. Wah itu bikin saya mikir jangan-jangan ada riya' disini
3. Kisah Zubaidah RA (Istri Harun Ar-Rasyid-Khalifah Abbasiyah). BEliau yang membangun benteng saluran air zam-zam dari Arafah sampai Musdalifah, dari Makkah, Thaif sampai Iraq membangun sumur. Saat Zubaidah meninggal, ponakannya mimpi dan bertanya apa balasan Allah terhadap semua kebaikan yang Zubaidah lakukan. Dan ternyata semua tak diterima, kecuali shalat malam yang dia lakukan tanpa ada orang yang tau.
Allahu Akbar?
Apa kabar yang pas Tahajjud an upload di snapgram?????? eh,eh,,,
" Ikhlas itu saat pujian dan hinaan sama nilainya. Maka, jika bisa disembunyikan, rahasiakan"
Alhamdulillah. Lagi, nggak mau bosan mengingatkan bahwa kritik saran yang membangun sangat ditunggu. Wassalamualaikum. Sampai bertemu di surganya Allah SWT.
Komentar
Posting Komentar